EGRANG
Alat permainan tradisional satu ini sudah tidak asing lagi bagi anak-anak di lingkungan masyarakat Jawa, karena hampir pasti bisa ditemui dengan mudah di berbagai tempat di pelosok pedesaan dan perkotaan, pada masa lalu. Egrang termasuk dolanan anak, karena permainan ini sudah muncul sejak dulu paling tidak sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, semasa penjajahan Belanda. Hal itu seperti terekam di Baoesastra (Kamus) Jawa karangan W.J.S. Poerwadarminto terbitan 1939 halaman 113, disebutkan kata egrang-egrangan diartikan dolanan dengan menggunakan alat yang dinamakan egrang. Sementara egrang sendiri diberi makna bambu atau kayu yang diberi pijakan (untuk kaki) agar kaki leluasa bergerak berjalan.
Egrang dibuat secara sederhana dengan menggunakan dua batang bambu (lebih sering memakai bahan ini daripada kayu) yang panjangnya masing-masing sekitar 2 meter. Kemudian sekitar 50 cm dari alas bambu tersebut, bambu dilubangi lalu dimasuki bambu dengan ukuran sekitar 20-30 cm yang berfungsi sebagai pijakan kaki. Maka jadilah sebuah alat permainan yang dinamakan egrang. Boleh jadi, anak-anak di lingkungan masyarakat Jawa membuat permainan egrang dengan memakai bahan dari bambu, karena bahan ini banyak dijumpai di alam sekitarnya. Bambu banyak tumbuh di pekarangan rumah atau di pinggir-pinggir sungai. Selain itu bambu juga merupakan bahan yang cukup kuat untuk permainan ini. Bambu yang biasa dipakai adalah bambu apus atau wulung, dan sangat jarang memakai bambu petung atau ori yang lebih besar dan mudah patah.
Alat egrang lebih terbatas pada sebuah permainan individu atau rombongan. Artinya permainan ini bisa dipakai bermain oleh anak secara individu atau beberapa anak secara berombongan. Permainan egrang biasa dipakai untuk bermain santai dan sangat jarang dipakai untuk permainan perlombaan. Anak yang bermain egrang, menginjakkan kaki pada alat pijakan yang tingginya sekitar 50 cm dari tanah. Kedua kaki dipijakkan pada kedua pijakan dan anak mencoba berjalan di atas egrang. Dalam permainan ini, anak harus bisa menjaga keseimbangan badan. Itu yang paling utama. Tanpa bisa menjaga keseimbangan, anak akan sering jatuh. Namun jika anak sudah terlatih, maka ia akan terampil menggunakan permainan egrang. Anak biasanya akan bangga bisa bermain egrang, karena selain bisa menjaga keseimbangan, juga merasa lebih tinggi dengan berpijak di atas pijakan bambu egrang.
Sayang, permainan tradisional egrang –seperti juga alat-alat permainan tradisional lainnya-- di masa sekarang sudah tidak lagi dikenal oleh anak-anak sekarang yang lebih banyak mengenal permainan modern (playstation) atau permainan impor dari plastik. Permainan egrang dan sejenisnya sudah lebih banyak mengisi lembaga museum atau lembaga penelitian yang berkaitan dengan nilai budaya dan sejarah. Di sudut Taman Pintar Yogyakarta juga ditemukan dolanan egrang ini walau keadaannya cukup memprihatinkan. Egrang tinggal menjadi kenangan di masa sekarang dan sekali-sekali masih dipertontonkan dalam acara workshop maupun seminar.
http://www.tembi.org/ensiklopedi/20090428/index.htm
0 komentar :
Posting Komentar